Senin, 07 April 2014

Filled Under:

Tentang Pemilik Markas Sampah

16.02

Sudah 3 kali ini saya datang ke markas sampah beliau, markas sampah yang sudah menghidupi 3 anak dan satu istri, markas sampah yang sudah menghasilkan motor gede, dua mobil kol buka, dan satu kijang innova, markas sampah yang sudah berdiri selama 14 tahun silam dan markas sampah yang membuat beliau selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya.

3 kali saya kemarkas sampah beliau; 2 kali saya menjual barang rongsok dan satu kali saya hanya main sebentar sedari tanya harga kardus dan botol mineral perkilonya. Saya kemarkas beliau Cuma satu tahun sekali, jadi kurang lebih hampir tiga tahun saya kenal beliau walaupun kekraban baru muncul dipertemuan ketiga kemarin (6/4/2014).

Dipertemuan ketiga kemarin, saya memang meminta anak buah beliau untuk membawa mobil kol buka, mengambil barang rongsok yang sudah saya kumpulkan berbulan-bulan. Kemudian saya duduk didepan, sampingan dengan anak buahnya yang juga kerabat dekat beliau.

Namanya kalau gak salah dadang, saya langsung akrab dengan dia sejak pertama kali ke markas sampah, “masih kerja kuliah mas?”, Tanya dadang sambil  menghidupkan lagu kesayangannya, lagu sunda. “iya, lagi semester akhir kang”, timpalku.

Dadang menatap kedepan mobil, perlahan menggoyangkan pundak seirama suara dendang lagu sunda, dengan tangan kiri menyetir dan tangan kanan yang baru saja melepaskan sebatang rokok dari mulutnya kemudian keluar dari mulutnya asap surga dunia.

Dadang lalu berbagi cerita dengan  saya tentang usaha barang rongsok yang sudah dirintis bosnya itu sejak tahun 2000. Pemilik usaha ini adalah Bapak Ali, beliau asli dari Cirebon. Bukan lulusan sarjana maupun pasca sarjana, melainkan tidak lulus SD. Walaupun demikian kata dadang, semangat juangnya justru melebihi para lulusan sarjana,”yang gak tau ilmu rongsok (usaha barang rongsok) ratusan juta bisa lenyap begitu saja mas, karena urusannya dengan mafia”.

Mafia? Ya, saya langsung faham. Ibarat, pohon yang semakin tinggi maka angin yang akan menerpapun juga semakin kuat. Barang rongsok yang ada dimarkasnya seluas (1.100 m)  tidak mungkin “dimainkan” dilokal saja, pasti juga di ekspor. Berbicara ekspor tak mungkin soal administrasi berbelit-belit yang jadi kendala saja, tapi disisi lain juga ada rintangan besar yakni mafia.

“berarti harus pinter diplomasi dong?”, Tanyaku sebelum dadang menjawab, iya. saya jadi penasaran dengan sosok pria hebat, bos dari si dadang ini. Apa yang membuatnya menjadi orang yang “cukup” didunia? cukup anak, cukup istri, cukup mobil, cukup rumah, hehe.

*kok udah sore? saatnya pulang kerja, ntar malem dilanjut lagi ah…

Ceritanya bersambung dulu… daripada gak posting?haaaaaaaha.




0 komentar:

Posting Komentar